Minggu, 23 Februari 2014

makalah tentang perkembangan jiwa keagamaan pada remaja

PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA REMAJA

1.      PERKEMBANGAN RASA AGAMA
Dalam pembagian tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa: juvenilitas (adolescantium), pubertas dan nubilitas.
Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan pada remaja terhadap ajaran agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck adalah:
a.       Pertumbuhan Pertumbuhan Dan Mental
Ide dan dasar keyakinan beragam yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul. Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudyaan, sosial, ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
Hasil penelitian Allport, Gillesphy dan Young menunjukkan:
a)      85% remaja Katolik Romawi tetap taat menganut ajaran agamanya.
b)      40% remaja Protestan tetap taat terhadap ajaran agamanya.
Dari hasil hasil ini dinyatakan, bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif lebih bnyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya. Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan metal para remaja sehingga mereka banyak meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan pikiran dan mental remaja mempengaruhi sikap keagamaan mereka.
b.      Perkembangan Perasaan
Berbagai perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estesis mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam lingkungannya. Kehidupan relijius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat ke arah hidup yang relijius pula.  Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Di dorong oleh perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah tindakan seksual yang negatif.
c.       Pertimbangan Sosial
Corak keagamaan para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam perkembangan keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja sangat bingung menentukan pilihan itu, karena kehidupan duniawi lebih dipengaruhi kepentingan akan materi, maka paara remaja lebih cenderung jiwanya untuk bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1789 remaja amerika antara manusia 18-29 tahun menunjukkan bahwa 70% pemikiran remaja ditujukan bagi kepentingan: keungan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan diri dan masalah kepribadian lainnya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan hanya sekitar 3,6%.
d.      Perkembangan Moral
Perkembangan moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari proteksi. Tipe morak yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:
1.      Self-direktif, taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
2.      Adaptive, mengukuti situasi lingkungan tanpa mergadakan kritik.
3.      Submissive, merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4.      Unadjusted, belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5.      Deviant, menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.

e.       Sikap Dan Minat
Sikap dan minat remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi mereka.
f.       Ibadah
1.      Pandangan p;ara remaja terhadap ajaran agama: ibadah dan masalah do’a dan sebagaimana yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan:
a)      148 siswi dinyatakan bahwa 20 orang di antara mereka tidak pernah mempunyai pengalaman keagamaan sedangkan sisinya 128 mempunyai pengalaman keagamaannya yang 68 diantaranya secara alami (tidak melalui pengajaran resmi).
b)      31 orang di antara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses alami itu mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan dibalik keindahan alam yang mereka nikmati.
2.      Selanjutnya mengenai pandangan mereka tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut:
1)      41% tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.
2)      33% mengatakan mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan mengabulkan do’a mereka.
3)      27% beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang mereka derita.
4)      18% mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan bahwa mereka menjadi senang sesudah menunaikannya.
Jadi hanya 17% mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% diantaranya menganggap bahwa sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.

2.      KONFLIK DAN KERAGUAN
Dari sampel yang diambil W.Starbuck etrhadap mahasiswa Middle-burg College, tersimpul bahwa: dari remaja usia 11-26 tahun terdapat: 53% dari 142 mahasiswa yang mengalami konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang mereka terima, cara penerapan, keadaan, lembaga keagamaan dan para pemuka agama. Hal yang serupa ketika diteliti terhadap 95 mahasiswa, maka 75% diantarannya mengalami kasus yang serupa.
Dari analisis hasil penelitiannya W.Starbuck menemukan penyebab timbulnya keraguan itu antara lain adalah faktor:
1.      Kepribadian, Yang Menyangkut Saiab Tafsir Dan Jenis Kelamin
a.       Bagi seseorang yang memiliki kepribadian introver, maka kegagalan dalam mendapatkan pertolongan Tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan sifat Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
b.      Perbedaan jenis kelamin dan kematangan merupkan pula faktor yang menentukan dalam keraguan agama. Wanita yang lebih cepat matang dalam perkembangannya lebih cepat menunjukkan keraguan daripada remaja pria. Tetapi sebaliknya dalm kualitas dan kuantitas keraguan remaja putri lebih kecil jumlahnya. Disamping itu keraguan wanita lebih bersifat alami sedangkan pria bersifat intelek.
2.      Keslahan Organisasi Keagamaan Dan Pemuka Agama
Ada beberapa lembaga keagamaan, organisasi dan aliran keagamaan yang terkadang-kadang menimbulkan kesan adanya pertentangan dalam ajarannya. Pengaruh ini dapat menjadi penyebab keraguan para remaja. Demikian pula tindak- tanduk pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama.
3.      Pernyataan Kebutuhan Manusia
Manusia memiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah ada) dan dorongan curiosity (dorongan ingin tahu). Berdasarkan faktor bawaan ini maka keraguan memang harus ada pada diri manusia, karena hal itu merupakan pernyataan dari kebutuhan manusia normal. Ia terdorong untuk mempelajari pelajaran agama dan kalau ada perbedaan-perbadaan yang kurang sejalan dengan apa yang telah di milikinya akan timbul keraguan.
4.      Kebiasaan
Seseorang yang terbiasa akan suatu situasi keagamaan yang dianut nya akan ragu menerima kebanaran ajaran yang baru diterimanya atau dilihatnya.
5.      Pendidikan
Dasar pengatahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang dimilikinya akan membawa pengaruh sikapnya terhadap ajaran agama. Remaja yang terpelajar akan menjadi lebih keritis terhadap ajaran agamanya terutama yang banyak mengandung ajaran bersifat dogmatif.
6.      Bercampuran Antara Agama Dan Mistik
Sejalan dengan perkembangan masyarakat kadang-kadang secara tidak disadari tindak keagamaan yang mereka lakukan ditopangi oleh praktek kebatinan dan mistik. Penyatuan unsur ini merupakan suatu dilema yang kabur dari para remaja.
Selanjutnya secara individu sering pula terjadi keraguan yang disebabkan beberapa hal antara lain mengenai:
a.       Kepercayaan,
b.      Tempat suci,
c.       Alat perlengkapan keagamaan,
d.      Fungsi dan tugas staf dalam lembaga keagamaan.
e.       Pemuka agama, biarawan dan birawati.
f.       Perbedaan aliran dalam keagamaan.
Keraguan yang demikiann akan menjerumus ke arah munculnya konflik dalam diri para remaja sehingga mereka dihadapkan kepada pemilihan antara mana yang benar dan yang salah. Konflik ada beberapa macam diantaranya:
a.       Konflik yang terjadi antara percaya dan ragu.
b.      Konflik yang terjadi antara pemilihan satu diantara dua macam agama.
c.       Konfik yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme.
d.      Konflik yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan kehidupan keagamaan yang didasarkan atas pentunjuk ilahi.
Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, sebenarnya banyak tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik batin yang terjadi dalam diri. Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan. Remaja memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Secara fisik remaja mengalami pertumbuhanyang pesat, dan sudah menyamai fisik orang dewasa. Namun pesatnya pertumbuhan fisik itu belum diimbangi secara setara oleh perkembangan psikologinya. Kondisi seperti itu menyebabkan remaja mengalami kelabilan.
Ketidak keseimbangan ini menjadikan remaja menempatkan remaja dalam suasana kehidupan batin terombang-ambing. Dalam mengatasi kegalauan batin ini, para remaja cenderung untuk bergabung dal grup(teman sebaya), untuk saling berbagi rasa dan pengalaman. Diluar kebutuhan remaja akan sosok pelindung pendorong mereka untuk memilih sosok idola. Kemudian untuk memenuhi kebutuhan emosionalnya, maka para remaja juga sudah menyenangi nilai-nilai etika dan estetika.
Namun demikian dalam kenyataannya, apa yang dialami remaja selalu berbeda dengan apa yang mereka yang inginkan. Nilai-nilai ajaran agama yang diharapkan dapat mengisi kekosongan batin mereka. Sejalan dengan perkembangan inteleknya, remaja sering dibingungkan oleh adanya perbedaan ajaran agama yang mereka terima. Secara logika remaja berpegang kepada prinsip, bahwa bila agama merupakan ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.
Adanya madzhab, sekte dan aliran dalam agama dan masing-masing dan pendukungnya mengklaim akan kebenarannya. Dipihak lain pula mereka jumpaipara tokoh dan pemimpin agama yang semula mereka idolakan menampilkan prilaku yang kurang terpuji. Smuanya itu dapat menimbulkan kebingungan serta tumbuhnya benih-benih keraguan terhadap agama yang mereka anut.
Sikap kritis terhadap lingkungan memang sejalan dengan perkembangan intelektual yang dialami para remaja. Bila persoalan itu gagal diselesaikan maka para remaja cenderung untuk memilih jalan sendiri.dalam situasi bingung dan konflik batin menyebabkan remaja berada di persimpangan jalan. Sulit untuk menentukan pilihan yang tepat. Dalam situasi yang demikian itu maka peluang munculnya prilaku menyimpang terkuak lebar.
Dalam kondisi seperti itu, biasanya per grup ikut berperan dalam menentukan pilihan. Pelarian batin ini terkadang turut menjebak mereka kearah perbuatan negatif dan merusak. Kasus narkoba, kebrutalan, maupun tindak kriminal merupakan bagian dari kegagalan remaja menentukan jalan hidup yang dapat menentramkan gejolak batinnya.
Bila tindakan serupa itu dilakukan, remaja akan terlibat dalam situasi kemelut kehidupan batin yang baru. Disatu sisi sebagai makhluk ciptaan Tuhan mereka dibekali potensi keberagaman. Benih-benih itu tetap terpelihara dalam dirinya yang berperan dalam menumbuhkan rasa kesadaran baragama. Tetapi dipihak lain mereka sudah melakukan berbagia tindakan yang menyalahi tuntunan ajaran agama. Dua kutub yang bertentangan ini menimbulkan rasa bersalah atau rasa berdosa dalam diri remaja.
Adapun penyelesaian yang mungki dilakukan sangat tergantung dari kemampuan memilih. Bila tingkat bersalah dan berdosa yang lbih dominan, biasanya remaja cenderung untuk kembali mencari jalan “pengampunan”. Sebaliknya jika perilaku menyimpang dianggap sebagai “pembenaran”, maka keterlibatan mereka semakin besar tindakan yang diistilahkan “sudah kepalang basah” maka mendorong mereka terbiasa dengan pekerjaan tercela itu.
Menghadapi gejala seperti ini, nilai-nilai ajaran agama sebenarnya sangat berfungsi. Tokoh dan pemuka agama memiliki peran strategis dalam mengatasi kemelut batin remaja, bila mereka mampu melakukan pendekatan yang tepat. Sebaliknya jika gagal, maka kemungkinan yang terjadi adalah para remaja akan menjauhkan diri dari agama, mencari agama baru, atau rujuk ke nilai-nilai agama yang dianutnya dan mengubah sikap menjadi lebih taat.
Ajaran agama mampu menampilkan nilai-nilai yang berkaitan dengan peradaban manusia secara utuh. Didalamnya terkemas aspek kognitif, afektif, dan psikomotor secara berimbang. Pada aspek kognitif nilai-nilai ajaran agama diharapkan dapat mendorong remaja untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya secara optimal. Sedangkan aspek afektif diharapkan nilai-nilai ajaran agama dapat memperteguh sikap dan prilaku keagamaan. Demikian pula aspek psikomotor diharapkan akan mampu menanamkan keterikatan dan keterampilan lakon keagamaan.
Berangkat dari pendekatan itu, Diharapkan para remaja dapat melihat bahwa agama bukan hanya sekedar lakon ritual semata. Lebih dari itu mereka juga akan ikut disadarkan bahwa ruang lingkup ajaran agama juga mencakup peradaban manusia dan perlindungan dan pemeliharaan terhadap makhluk Tuhan. Nilai-nilai ajaran agama menjadi terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya insani yang dibutuhkan untuk meningkatkan harakat dan martabat manusia  secara individu maupun manusia pada umumnya.
Melalui pendekatan dan pemetaan nilai-nilai ajaran agama yang lengkap dari utuh seperti itu, setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi remaja, bahwa agama bukan sebagai alat pemasung kreativitas manusia, melainkan sebagai pendorong utama. Dengan demikian diharapkan remaja akan dimotivasi untuk mengenal ajaran agama dalam bentuk yang sebenarnya. Agama yang mengandung nilai-nilai ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia, universal, dan bertumpu pada pembentukan sikap akhlak mulia.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar