PERKEMBANGAN JIWA KEAGAMAAN PADA REMAJA
1.
PERKEMBANGAN
RASA AGAMA
Dalam pembagian
tahap perkembangan manusia, maka masa remaja menduduki tahap progresif. Dalam
pembagian yang agak terurai masa remaja mencakup masa: juvenilitas (adolescantium),
pubertas dan nubilitas.
Sejalan dengan
perkembangan jasmani dan rohaninya, maka agama pada para remaja turut
dipengaruhi perkembangan itu. Maksudnya penghayatan pada remaja terhadap ajaran
agama dan tindak keagamaan yang tampak pada para remaja banyak berkaitan dengan
faktor perkembangan tersebut.
Perkembangan
agama pada para remaja ditandai oleh beberapa faktor perkembangan rohani dan
jasmaninya. Perkembangan itu antara lain menurut W.Starbuck adalah:
a.
Pertumbuhan
Pertumbuhan Dan Mental
Ide dan dasar
keyakinan beragam yang diterima remaja dari masa kanak-kanaknya sudah tidak
begitu menarik bagi mereka. Sifat kritis terhadap ajaran agama mulai timbul.
Selain masalah agama mereka pun sudah tertarik pada masalah kebudyaan, sosial,
ekonomi, dan norma-norma kehidupan lainnya.
Hasil
penelitian Allport, Gillesphy dan Young menunjukkan:
a)
85%
remaja Katolik Romawi tetap taat menganut ajaran agamanya.
b)
40%
remaja Protestan tetap taat terhadap ajaran agamanya.
Dari hasil
hasil ini dinyatakan, bahwa agama yang ajarannya bersifat lebih konservatif
lebih bnyak berpengaruh bagi para remaja untuk tetap taat pada ajaran agamanya.
Sebaliknya agama yang ajarannya kurang konservatif-dogmatis dan agak liberal
akan mudah merangsang pengembangan pikiran dan metal para remaja sehingga mereka
banyak meninggalkan ajaran agamanya. Hal ini menunjukkan bahwa perkembangan
pikiran dan mental remaja mempengaruhi sikap keagamaan mereka.
b.
Perkembangan
Perasaan
Berbagai
perasaan telah berkembang pada masa remaja. Perasaan sosial, etis, dan estesis
mendorong remaja untuk menghayati perikehidupan yang terbiasa dalam
lingkungannya. Kehidupan relijius akan cenderung mendorong dirinya lebih dekat
ke arah hidup yang relijius pula.
Sebaliknya bagi remaja yang kurang mendapat pendidikan dan siraman
ajaran agama akan lebih mudah didominasi dorongan seksual. Di dorong oleh
perasaan ingin tahu dan perasaan super, remaja lebih mudah terperosok ke arah
tindakan seksual yang negatif.
c.
Pertimbangan
Sosial
Corak keagamaan
para remaja juga ditandai oleh adanya pertimbangan sosial. Dalam perkembangan
keagamaan mereka timbul konflik antara pertimbangan moral dan material. Remaja
sangat bingung menentukan pilihan itu, karena kehidupan duniawi lebih
dipengaruhi kepentingan akan materi, maka paara remaja lebih cenderung jiwanya untuk
bersikap materialis. Hasil penyelidikan Ernest Harms terhadap 1789 remaja
amerika antara manusia 18-29 tahun menunjukkan bahwa 70% pemikiran remaja
ditujukan bagi kepentingan: keungan, kesejahteraan, kebahagiaan, kehormatan
diri dan masalah kepribadian lainnya. Sedangkan masalah akhirat dan keagamaan
hanya sekitar 3,6%.
d.
Perkembangan
Moral
Perkembangan
moral para remaja bertitik tolak dari rasa berdosa dan usaha untuk mencari
proteksi. Tipe morak yang juga terlihat pada para remaja juga mencakupi:
1.
Self-direktif,
taat terhadap agama atau moral berdasarkan pertimbangan pribadi.
2.
Adaptive,
mengukuti situasi lingkungan tanpa mergadakan kritik.
3.
Submissive,
merasakan adanya keraguan terhadap ajaran moral dan agama.
4.
Unadjusted,
belum meyakini akan kebenaran ajaran agama dan moral.
5.
Deviant,
menolak dasar dan hukum keagamaan serta tatanan moral masyarakat.
e.
Sikap
Dan Minat
Sikap dan minat
remaja terhadap masalah keagamaan boleh dikatakan sangat kecil dan hal ini
tergantung dari kebiasaan masa kecil serta lingkungan agama yang mempengaruhi
mereka.
f.
Ibadah
1.
Pandangan
p;ara remaja terhadap ajaran agama: ibadah dan masalah do’a dan sebagaimana
yang dikumpulkan oleh Ross dan Oskar Kupky menunjukkan:
a)
148
siswi dinyatakan bahwa 20 orang di antara mereka tidak pernah mempunyai
pengalaman keagamaan sedangkan sisinya 128 mempunyai pengalaman keagamaannya
yang 68 diantaranya secara alami (tidak melalui pengajaran resmi).
b)
31
orang di antara yang mendapat pengalaman keagamaan melalui proses alami itu
mengungkapkan adanya perhatian mereka terhadap keajaiban yang menakjubkan
dibalik keindahan alam yang mereka nikmati.
2.
Selanjutnya
mengenai pandangan mereka tentang ibadah diungkapkan sebagai berikut:
1)
41%
tak pernah mengerjakan ibadah sama sekali.
2)
33%
mengatakan mereka sembahyang karena mereka yakin Tuhan mendengar dan akan
mengabulkan do’a mereka.
3)
27%
beranggapan bahwa sembahyang dapat menolong mereka meredakan kesusahan yang
mereka derita.
4)
18%
mengatakan bahwa sembahyang menyebabkan bahwa mereka menjadi senang sesudah
menunaikannya.
Jadi hanya 17% mengatakan bahwa sembahyang bermanfaat untuk
berkomunikasi dengan Tuhan, sedangkan 26% diantaranya menganggap bahwa
sembahyang hanyalah merupakan media untuk bermeditasi.
2.
KONFLIK
DAN KERAGUAN
Dari sampel yang diambil W.Starbuck etrhadap mahasiswa Middle-burg
College, tersimpul bahwa: dari remaja usia 11-26 tahun terdapat: 53% dari
142 mahasiswa yang mengalami konflik dan keraguan tentang ajaran agama yang
mereka terima, cara penerapan, keadaan, lembaga keagamaan dan para pemuka
agama. Hal yang serupa ketika diteliti terhadap 95 mahasiswa, maka 75%
diantarannya mengalami kasus yang serupa.
Dari analisis hasil penelitiannya W.Starbuck menemukan penyebab
timbulnya keraguan itu antara lain adalah faktor:
1.
Kepribadian,
Yang Menyangkut Saiab Tafsir Dan Jenis Kelamin
a.
Bagi
seseorang yang memiliki kepribadian introver, maka kegagalan dalam
mendapatkan pertolongan Tuhan akan menyebabkan salah tafsir akan sifat Tuhan
Yang Maha Pengasih dan Penyayang.
b.
Perbedaan
jenis kelamin dan kematangan merupkan pula faktor yang menentukan dalam
keraguan agama. Wanita yang lebih cepat matang dalam perkembangannya lebih
cepat menunjukkan keraguan daripada remaja pria. Tetapi sebaliknya dalm
kualitas dan kuantitas keraguan remaja putri lebih kecil jumlahnya. Disamping
itu keraguan wanita lebih bersifat alami sedangkan pria bersifat intelek.
2.
Keslahan
Organisasi Keagamaan Dan Pemuka Agama
Ada beberapa lembaga keagamaan, organisasi dan aliran keagamaan
yang terkadang-kadang menimbulkan kesan adanya pertentangan dalam ajarannya.
Pengaruh ini dapat menjadi penyebab keraguan para remaja. Demikian pula tindak-
tanduk pemuka agama yang tidak sepenuhnya menuruti tuntutan agama.
3.
Pernyataan
Kebutuhan Manusia
Manusia
memiliki sifat konservatif (senang dengan yang sudah ada) dan dorongan curiosity
(dorongan ingin tahu). Berdasarkan faktor bawaan ini maka keraguan memang harus
ada pada diri manusia, karena hal itu merupakan pernyataan dari kebutuhan
manusia normal. Ia terdorong untuk mempelajari pelajaran agama dan kalau ada
perbedaan-perbadaan yang kurang sejalan dengan apa yang telah di milikinya akan
timbul keraguan.
4.
Kebiasaan
Seseorang yang
terbiasa akan suatu situasi keagamaan yang dianut nya akan ragu menerima
kebanaran ajaran yang baru diterimanya atau dilihatnya.
5.
Pendidikan
Dasar
pengatahuan yang dimiliki seseorang serta tingkat pendidikan yang dimilikinya
akan membawa pengaruh sikapnya terhadap ajaran agama. Remaja yang terpelajar
akan menjadi lebih keritis terhadap ajaran agamanya terutama yang banyak
mengandung ajaran bersifat dogmatif.
6.
Bercampuran
Antara Agama Dan Mistik
Sejalan dengan
perkembangan masyarakat kadang-kadang secara tidak disadari tindak keagamaan
yang mereka lakukan ditopangi oleh praktek kebatinan dan mistik. Penyatuan
unsur ini merupakan suatu dilema yang kabur dari para remaja.
Selanjutnya
secara individu sering pula terjadi keraguan yang disebabkan beberapa hal
antara lain mengenai:
a.
Kepercayaan,
b.
Tempat
suci,
c.
Alat
perlengkapan keagamaan,
d.
Fungsi
dan tugas staf dalam lembaga keagamaan.
e.
Pemuka
agama, biarawan dan birawati.
f.
Perbedaan
aliran dalam keagamaan.
Keraguan yang demikiann akan menjerumus ke arah munculnya konflik
dalam diri para remaja sehingga mereka dihadapkan kepada pemilihan antara mana
yang benar dan yang salah. Konflik ada beberapa macam diantaranya:
a.
Konflik
yang terjadi antara percaya dan ragu.
b.
Konflik
yang terjadi antara pemilihan satu diantara dua macam agama.
c.
Konfik
yang terjadi oleh pemilihan antara ketaatan beragama atau sekularisme.
d.
Konflik
yang terjadi antara melepaskan kebiasaan masa lalu dengan kehidupan keagamaan
yang didasarkan atas pentunjuk ilahi.
Tingkat keyakinan dan ketaatan beragama para remaja, sebenarnya
banyak tergantung dari kemampuan mereka menyelesaikan keraguan dan konflik
batin yang terjadi dalam diri. Usia remaja memang dikenal sebagai usia rawan.
Remaja memiliki karakteristik khusus dalam pertumbuhan dan perkembangannya.
Secara fisik remaja mengalami pertumbuhanyang pesat, dan sudah menyamai fisik
orang dewasa. Namun pesatnya pertumbuhan fisik itu belum diimbangi secara
setara oleh perkembangan psikologinya. Kondisi seperti itu menyebabkan remaja
mengalami kelabilan.
Ketidak keseimbangan ini menjadikan remaja menempatkan remaja dalam
suasana kehidupan batin terombang-ambing. Dalam mengatasi kegalauan batin ini,
para remaja cenderung untuk bergabung dal grup(teman sebaya), untuk saling
berbagi rasa dan pengalaman. Diluar kebutuhan remaja akan sosok pelindung
pendorong mereka untuk memilih sosok idola. Kemudian untuk memenuhi kebutuhan
emosionalnya, maka para remaja juga sudah menyenangi nilai-nilai etika dan
estetika.
Namun demikian dalam kenyataannya, apa yang dialami remaja selalu
berbeda dengan apa yang mereka yang inginkan. Nilai-nilai ajaran agama yang
diharapkan dapat mengisi kekosongan batin mereka. Sejalan dengan perkembangan
inteleknya, remaja sering dibingungkan oleh adanya perbedaan ajaran agama yang
mereka terima. Secara logika remaja berpegang kepada prinsip, bahwa bila agama
merupakan ajaran yang bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa.
Adanya madzhab, sekte dan aliran dalam agama dan masing-masing dan
pendukungnya mengklaim akan kebenarannya. Dipihak lain pula mereka jumpaipara
tokoh dan pemimpin agama yang semula mereka idolakan menampilkan prilaku yang
kurang terpuji. Smuanya itu dapat menimbulkan kebingungan serta tumbuhnya
benih-benih keraguan terhadap agama yang mereka anut.
Sikap kritis terhadap lingkungan memang sejalan dengan perkembangan
intelektual yang dialami para remaja. Bila persoalan itu gagal diselesaikan
maka para remaja cenderung untuk memilih jalan sendiri.dalam situasi bingung
dan konflik batin menyebabkan remaja berada di persimpangan jalan. Sulit untuk
menentukan pilihan yang tepat. Dalam situasi yang demikian itu maka peluang
munculnya prilaku menyimpang terkuak lebar.
Dalam kondisi seperti itu, biasanya per grup ikut berperan dalam
menentukan pilihan. Pelarian batin ini terkadang turut menjebak mereka kearah
perbuatan negatif dan merusak. Kasus narkoba, kebrutalan, maupun tindak
kriminal merupakan bagian dari kegagalan remaja menentukan jalan hidup yang
dapat menentramkan gejolak batinnya.
Bila tindakan serupa itu dilakukan, remaja akan terlibat dalam
situasi kemelut kehidupan batin yang baru. Disatu sisi sebagai makhluk ciptaan
Tuhan mereka dibekali potensi keberagaman. Benih-benih itu tetap terpelihara
dalam dirinya yang berperan dalam menumbuhkan rasa kesadaran baragama. Tetapi
dipihak lain mereka sudah melakukan berbagia tindakan yang menyalahi tuntunan
ajaran agama. Dua kutub yang bertentangan ini menimbulkan rasa bersalah atau
rasa berdosa dalam diri remaja.
Adapun penyelesaian yang mungki dilakukan sangat tergantung dari
kemampuan memilih. Bila tingkat bersalah dan berdosa yang lbih dominan,
biasanya remaja cenderung untuk kembali mencari jalan “pengampunan”. Sebaliknya
jika perilaku menyimpang dianggap sebagai “pembenaran”, maka keterlibatan
mereka semakin besar tindakan yang diistilahkan “sudah kepalang basah” maka
mendorong mereka terbiasa dengan pekerjaan tercela itu.
Menghadapi gejala seperti ini, nilai-nilai ajaran agama sebenarnya
sangat berfungsi. Tokoh dan pemuka agama memiliki peran strategis dalam
mengatasi kemelut batin remaja, bila mereka mampu melakukan pendekatan yang
tepat. Sebaliknya jika gagal, maka kemungkinan yang terjadi adalah para remaja
akan menjauhkan diri dari agama, mencari agama baru, atau rujuk ke nilai-nilai
agama yang dianutnya dan mengubah sikap menjadi lebih taat.
Ajaran agama mampu menampilkan nilai-nilai yang berkaitan dengan
peradaban manusia secara utuh. Didalamnya terkemas aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor secara berimbang. Pada aspek kognitif nilai-nilai ajaran agama
diharapkan dapat mendorong remaja untuk mengembangkan kemampuan intelektualnya
secara optimal. Sedangkan aspek afektif diharapkan nilai-nilai ajaran agama
dapat memperteguh sikap dan prilaku keagamaan. Demikian pula aspek psikomotor diharapkan
akan mampu menanamkan keterikatan dan keterampilan lakon keagamaan.
Berangkat dari pendekatan itu, Diharapkan para remaja dapat melihat
bahwa agama bukan hanya sekedar lakon ritual semata. Lebih dari itu mereka juga
akan ikut disadarkan bahwa ruang lingkup ajaran agama juga mencakup peradaban
manusia dan perlindungan dan pemeliharaan terhadap makhluk Tuhan. Nilai-nilai
ajaran agama menjadi terkait dengan upaya peningkatan kualitas sumber daya
insani yang dibutuhkan untuk meningkatkan harakat dan martabat manusia secara individu maupun manusia pada umumnya.
Melalui pendekatan dan pemetaan nilai-nilai ajaran agama yang
lengkap dari utuh seperti itu, setidaknya akan memberi kesadaran baru bagi
remaja, bahwa agama bukan sebagai alat pemasung kreativitas manusia, melainkan
sebagai pendorong utama. Dengan demikian diharapkan remaja akan dimotivasi
untuk mengenal ajaran agama dalam bentuk yang sebenarnya. Agama yang mengandung
nilai-nilai ajaran yang sejalan dengan fitrah manusia, universal, dan bertumpu pada
pembentukan sikap akhlak mulia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar